Jumat, 28 Mei 2010

Kebohongan Publik Sepanjang Sejarah

Sebagian orang yang pernah mendengar “teori evolusi” atau “Darwinisme” mungkin beranggapan bahwa konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi dan tidak berpengaruh sedikit pun terhadap kehidupan sehari-hari. Anggapan ini sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia.

Filsafat tersebut adalah “materialisme”, yang mengandung sejumlah pemikiran penuh kepalsuan tentang mengapa dan bagaimana manusia muncul di muka bumi. Materialisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain materi dan materi adalah esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan Sang Maha Pencipta.

Pendapat Darwin
Teori evolusi menyatakan bahwa semua makhluk hidup yang beraneka ragam berasal dari satu nenek moyang yang sama. Menurut teori ini, kemunculan makhluk hidup yang begitu beragam terjadi melalui variasi-variasi kecil dan bertahap dalam rentang waktu yang sangat lama. Teori ini menyatakan bahwa awalnya makhluk hidup bersel satu terbentuk. Selama ratusan juta tahun kemudian, makhluk bersel satu ini berubah menjadi ikan dan hewan invertebrata (tak bertulang belakang) yang hidup di laut. Ikan-ikan ini kemudian diduga muncul ke daratan dan berubah menjadi reptil. Dongeng ini pun terus berlanjut, dan seterusnya sampai pada pernyataan bahwa burung dan mamalia berevolusi dari reptil.

Skenario evolusi juga mengatakan bahwa ikan, yang berevolusi dari invertebrata, di kemudian hari merubah diri mereka sendiri menjadi amfibi yang dapat hidup di darat.

Piltdown Man
Pada tahun 1912, seorang dokter terkenal yang juga ahli paleoantropologi amatir, Charles Dawson, mengklaim telah menemukan tulang rahang dan fragment tengkorak di dalam sebuah lubang di Piltdown, Inggris. Kendatipun gigi dan tengkoraknya terlihat berasal dari manusia, akan tetapi tulang rahang tersebut lebih menyerupai kera. Spesimen ini lalu dinamakan “Manusia Piltdown”. Fosil yang diduga berusia 500 ribu tahun ini dipajang di beberapa museum sebagai bukti kuat terjadinya evolusi manusia.

Pada tahun 1949, Kenneth Oakley dari Departemen Paleontologi British Museum mencoba melakukan “pengujian fluorin”, metode baru yang digunakan untuk menentukan umur fosil-fosil kuno. Setelah pengujian fluorin dilakukan pada fosil manusia Piltdown, hasilnya sungguh mengejutkan. Ternyata tulang rahang manusia Piltdown tidak mengandung fluorin. Ini berarti tulang rahang tersebut terkubur kurang dari beberapa tahun yang lalu. Sedangkan tengkoraknya yang hanya mengandung fluorin dalam kadar rendah menunjukkan bahwa umurnya hanya beberapa ribu tahun.

Pada tahun 1953 silam, J.S.Weiner, K.P.Oakley bersama dengan ilmuwan Inggris lainnya mempublikasikan tesisnya, dan menyatakan bahwa Piltdown Man adalah sebuah kebohongan ilmu pengetahuan.

Setelah skandal ini terbongkar, fosil “Manusia Piltdown” dengan segera disingkirkan dari British Museum setelah lebih dari 40 tahun dipajang.

Kera purbakala dari negeri barat (Nebraska Man)

Di tahun 1922, Henry Fairfield Osborn, manajer American Museum of Natural History, mengumumkan telah menemukan sebuah fosil gigi geraham yang berasal dari periode Pliosin, di Nebraska barat dekat Snake Brook. Gigi ini dinyatakan memiliki ciri gigi manusia dan gigi kera. Fosil yang memunculkan polemik sengit ini diberi “nama ilmiah”: Hesperopithecus haroldcooki.

Di tahun 1927, bagian lain dari kerangkanya diketemukan. Berdasarkan serpihan tulang ini, gigi tersebut ternyata bukan berasal dari kera ataupun manusia, akan tetapi milik spesies babi liar Amerika yang telah punah bernama prosthennops. William Gregory memberi judul artikelnya yang dimuat majalah Science dengan: “Hesperopithecus: Apparently Not An Ape Nor A Man (Hesperopithecus: Ternyata Bukan Kera Ataupun Manusia)”.

Java Man
Java Man dianggap sebagai manusia kera, bukti fundamentalnya hanya ada sepotong tulang kaki, 3 buah gigi dan sebagian tulang tengkorak. Tulang kaki mirip manusia, sedang tulang tengkorak mirip manusia kera. Namun kedua bagian fosil ini ditemukan di tempat yang berjarak kurang lebih 14 m di atas sebuah batuan datar yang sama, dan di lapangan juga terdapat tulang tengkorak manusia yang sebenarnya, namun, kemudian sebagian fakta disembunyikan bertahun-tahun.

Penemu fosil-fosil ini yakni doktor Eugene Dubois, di mana ketika memasuki usia senja mempublikasikan bahwa fosil-fosil ini bukan bekas tulang manusia kera, tapi lebih mirip dengan tulang siamang (genus hylobates) yang besar. Namun pelaku teori evolusi menolak menerima pendapatnya.

Rekayasa Teori Haeckel
Teori Haeckel ini menganggap bahwa embrio hidup mengalami ulangan proses evolusi seperti yang dialami moyang-palsunya. Haeckel berteori bahwa selama perkembangan di dalam rahim ibunya, embrio manusia kali pertama memperlihatkan sifat-sifat seekor ikan, lalu reptil, dan akhirnya manusia.
Inilah fakta-fakta yang diterima luas di dunia ilmiah, dan bahkan telah diterima oleh para evolusionis sendiri. Dua pemimpin neo-Darwinis, George Gaylord Simpson dan W. Beck telah mengakui:

Haeckel keliru menyatakan azas evolusi yang terlibat. Kini telah benar-benar diyakini bahwa ontogeni tidak mengulangi filogeni. Pemalsuan Haeckel bermaksud menunjukkan bahwa embrio-embrio ikan dan manusia mirip satu sama lain.

Pada terbitan 5 September 1997 majalah ilmiah Science, sebuah artikel diterbitkan yang mengungkapkan bahwa gambar-gambar embrio Haeckel adalah karya penipuan. Artikel berjudul “Haeckel’s Embryos: Fraud Rediscovered” (Embrio-embrio Haeckel: Mengungkap Ulang Sebuah Penipuan).

Percobaan Urey Miller
Penelitian yang paling diterima luas tentang asal usul kehidupan adalah percobaan yang dilakukan peneliti Amerika, Stanley Miller, di tahun 1953. (Percobaan ini juga dikenal sebagai “percobaan Urey-Miller” karena sumbangsih pembimbing Miller di University of Chicago, Harold Urey). Percobaan inilah satu-satunya “bukti” milik para evolusionis yang digunakan untuk membuktikan pendapat tentang “evolusi kimiawi”. Mereka mengemukakannya sebagai tahapan awal proses evolusi yang mereka yakini, yang akhirnya memunculkan kehidupan.

Ilmuwan Amerika, J. P. Ferris dan C. T. Chen mengulangi percobaan Miller dengan menggunakan lingkungan atmosfer yang berisi karbon dioksida, hidrogen, nitrogen, dan uap air; dan mereka tidak mampu mendapatkan bahkan satu saja molekul asam amino. (J. P. Ferris, C. T. Chen, “Photochemistry of Methane, Nitrogen, and Water Mixture As a Model for the Atmosphere of the Primitive Earth,” Journal of American Chemical Society, vol. 97:11, 1975, h. 2964.)

Coelacanth tidak mengalami evolusi
Hingga 70 tahun yang lalu, evolusionis mempunyai fosil ikan yang mereka yakini sebagai “nenek moyang hewan-hewan darat”. Ketiadaan fosil bentuk peralihan antara ikan dan amfibi adalah fakta yang juga diakui oleh para evolusionis hingga kini. Namun sampai sekitar 70 tahun yang lalu, fosil ikan yang disebut coelacanth diterima sebagai bentuk peralihan antara ikan dan hewan darat. Evolusionis menyatakan bahwa coelacanth, yang diperkirakan berumur 410 juta tahun, adalah bentuk peralihan yang memiliki paru-paru primitif, otak yang telah berkembang, sistem pencernaan dan peredaran darah yang siap untuk berfungsi di darat, dan bahkan mekanisme berjalan yang primitif. Penafsiran evolusi ini diterima sebagai kebenaran yang tak perlu diperdebatkan lagi di dunia ilmiah hingga akhir tahun 1930-an.

Tanggal 22 Desember 1938, penemuan seekor ikan dari famili coelacanth di samudra Hindia, yang memberikan pukulan hebat bagi para evolusionis.

Akibat ledakan dahsyat pada zaman kambrium

Soal terbesar pada fosil organisme yang ditemukan sekarang adalah kurangnya proses di tengah evolusi organisme, munculnya kehidupan kadang kala terjadi secara tiba-tiba. Dalam catatan fosil sepanjang 3,8 miliar tahun, yang paling membingungkan adalah Cambrian Life’s Explosion atau di sebut Cambrian Life’s Big Bang, (Cambrian Life’s Big Bang, artinya, sebagian besar binatang-binatang muncul secara tiba-tiba bagaikan “ledakan” pada zaman kambrium). Cambrian Life’s Explosion merupakan peristiwa penting dalam sejarah evolusi kehidupan global, jika diadakan penelitian terhadapnya, mungkin akan mengguncang teori evolusi yang konvensional.

Argumen inti dari teori evolusi Darwin adalah : species organisme mengalami variasi atau perubahan rupa secara berangsur-angsur. Namun di masa awal zaman kambrium yang sudah 530 juta tahun hingga sekarang, bentuk eksistensi kehidupan di bumi tiba-tiba mengalami lompatan dari satu ragam menjadi multiragam.

Suku Pigmi

Di awal abad 20, pencarian “mata rantai transisi yang masih hidup” ini menghasilkan sejumlah peristiwa yang mengenaskan, dan yang paling tidak berperikemanusiaan di antaranya adalah yang menimpa seorang Pigmi (suku di Afrika Tengah dengan tinggi badan rata-rata kurang dari 127 cm) bernama Ota Benga.

Ota Benga ditangkap di tahun 1904 oleh seorang peneliti evolusionis di Kongo, Afrika. Dalam bahasanya, Ota Benga berarti “teman”. Ia memiliki seorang istri dan dua anak. Dengan dirantai dan ditempatkan dalam kurungan, ia dibawa ke Amerika Serikat. Di sana para ilmuwan evolusionis memamerkannya di hadapan khalayak ramai pada Pekan Raya Dunia di St. Louis bersama spesies kera lain dan memperkenalkannya sebagai “mata rantai transisi terdekat dengan manusia”. Dua tahun kemudian, ia dibawa ke Kebun Binatang Bronx di New York di mana ia dipamerkan dalam kelompok “nenek moyang manusia” bersama beberapa sipanse, gorila bernama Dinah, dan orang utan bernama Dohung. Dr. William T. Hornaday, seorang evolusionis direktur kebun binatang tersebut memberikan sambutan panjang lebar tentang betapa bangganya ia mempunyai “bentuk transisi” yang luar biasa tersebut di kebun binatangnya dan memperlakukan Ota Benga dalam kandang bak seekor binatang. Setelah tidak tahan dengan perlakuan ini, Ota Benga akhirnya bunuh diri. (Sumber: Dajiyuan dan Harun Yahya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar